Polemik antara Kementerian Pertanian (Kementan) dengan PT Tempo Inti Media, Tbk telah menjadi perhatian publik akhir-akhir ini. Gugatan senilai Rp200 miliar yang diajukan Kementan terkait sampul majalah berjudul “Poles-poles Beras Busuk” memunculkan kekhawatiran akan kebebasan pers. Meski demikian, Kementan menegaskan bahwa langkah hukum ini bukan untuk membungkam media, tetapi sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelanggaran etika yang telah dinyatakan oleh Dewan Pers.
Menurut Kementan, gugatan ini tidak ditujukan untuk mempidanakan jurnalis atau membungkam media, melainkan sebagai upaya untuk menegakkan integritas lembaga. Kepala Biro Hukum Kementan RI, Indra Zakaria Rayusman, menjelaskan bahwa hasil monitoring internal menunjukkan bahwa 79 persen pemberitaan Tempo mengenai kementerian bersifat negatif dan merugikan citra lembaga. Meskipun demikian, Kementan tetap menyatakan bahwa mereka tidak anti kritik dan membutuhkan kontrol serta kritik yang profesional dan konstruktif dari media.
Kementan juga menekankan bahwa dalam petitum gugatan mereka tidak meminta sita jaminan terhadap aset Tempo, hal ini dilakukan agar kegiatan jurnalistik Tempo tidak terganggu. Penyelesaian sengketa pers antara Kementan dan Tempo dimulai ketika Dewan Pers menyatakan bahwa poster “Poles-poles Beras Busuk” melanggar Kode Etik Jurnalistik. Meskipun Dewan Pers merekomendasikan agar Tempo mengubah poster yang sudah diunggah serta menambahkan catatan permintaan maaf, Kementan merasa bahwa rekomendasi tersebut belum sepenuhnya dijalankan oleh Tempo sehingga memutuskan menempuh jalur hukum.
Dalam sidang pembacaan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kuasa hukum Kementan, Chandra Muliawan, menyebut bahwa pemberitaan Tempo telah merugikan kinerja kementerian dan kepercayaan publik terhadap program pertanian. Oleh karena itu, Kementan menuntut kerugian immateril sebesar Rp200 miliar serta kerugian materil lainnya. Direktur Eksekutif LBH Pers, Mustafa Layong, sebagai kuasa hukum dari pihak Tempo, menyatakan bahwa sidang ini berlanjut ke pengadilan setelah lima kali mediasi gagal mencapai kesepakatan.
Dengan demikian, polemik antara Kementan dan Tempo masih belum mencapai titik terang, dan persoalan ini terus menjadi sorotan publik terkait dengan kebebasan pers dan tanggung jawab media dalam melaporkan informasi.