Penyelesaian Tawuran: Menyiasati Tidak Hanya dengan Penegakan Hukum

Penanganan tawuran di Jakarta tidak bisa hanya mengandalkan penegakan hukum, menurut anggota DPRD DKI Jakarta Kevin Wu. Masalah ini harus disasar langsung pada akar permasalahan, seperti tingginya tingkat pengangguran, minimnya ruang ekspresi, dan rendahnya literasi digital di kalangan pemuda Jakarta. Data dari BPS pada tahun 2023 menunjukkan bahwa 15,5 persen pemuda Jakarta berstatus NEET, yang artinya tidak bekerja, tidak sekolah, dan tidak mendapat pelatihan. Hal ini dianggap sebagai bom waktu sosial yang bisa memicu frustrasi di masyarakat.

Kevin Wu berharap agar Pemprov DKI Jakarta bisa mengubah 42 Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) yang terbengkalai menjadi “Youth Creative Hub”, di mana pemuda dapat belajar vokasi, pemasaran digital, atau bahkan mengembangkan UMKM. Selain itu, dia juga menyoroti temuan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) bahwa sebanyak 1.200 konten provokatif terkait tawuran di media sosial berasal dari Jakarta pada tahun 2023, dan 60 persennya diunggah oleh anak di bawah umur. Hal ini menunjukkan bahwa literasi digital masih menjadi permasalahan yang mendesak.

Kevin mendesak untuk adanya kolaborasi dengan platform media sosial guna mempercepat penghapusan konten berbahaya dari 12 jam menjadi maksimal tiga jam. Di sisi lain, program seperti Siber Patriot yang sukses menurunkan perundungan siber di 50 sekolah harus diperluas ke 200 sekolah, terutama di Jakarta Timur yang menjadi episentrum tawuran. Berdasarkan keberhasilan Program Sabilulungan di Bandung yang berhasil menekan angka tawuran hingga 40 persen dalam dua tahun, Kevin menyarankan agar Pemprov DKI Jakarta mengadopsi model serupa dengan menggabungkan seni, olahraga, dan kewirausahaan.

Anggaran Rp2,3 triliun di APBD 2024 untuk pemberdayaan pemuda juga harus dioptimalkan, seperti memperkuat sinergi dengan 170 kelurahan rawan tawuran melalui patroli preventif dan pendataan kelompok rentan berbasis RT/RW. Kepolisian perlu melibatkan karang taruna, tokoh agama, dan orang tua dalam menyelesaikan masalah tawuran, karena mereka tidak bisa bekerja sendiri. Dengan berbagai langkah tersebut, diharapkan penyelesaian masalah tawuran di Jakarta dapat lebih efektif dan berkelanjutan.

Source link