Berita  

Dualisme Tubuh PMI: Jusuf Kalla vs Agung Laksono

Dualisme kepemimpinan terjadi di Palang Merah Indonesia (PMI) saat pelaksanaan Munas ke-XXII. Jusuf Kalla terpilih kembali sebagai Ketua Umum PMI untuk lima tahun ke depan, meskipun ada kepengurusan tandingan yang mengangkat Agung Laksono sebagai ketua umum PMI. Kedua kubu mengklaim kepengurusan mereka yang sah dan bahkan sampai melibatkan polisi dalam kasus ini. Sebelum Munas, Agung Laksono yang merupakan Ketua Pengawas Komite Donor Darah Indonesia (KDDI), menyatakan kesiapannya maju. Diperkirakan Munas PMI akan menjadi ajang pertarungan antara Jusuf Kalla dan Agung Laksono, keduanya merupakan politisi senior Partai Golkar.

Meskipun Jusuf Kalla kembali mengukuhkan posisinya sebagai Ketua Umum PMI, muncul Munas tandingan yang mengukuhkan juga Agung Laksono sebagai ketua. Kubu Agung mengekspresikan kekecewaan terhadap keputusan Munas resmi yang kembali mengesahkan Jusuf Kalla sehingga membuat Munas tandingan. Ada fakta-fakta yang perlu diperhatikan dari dualisme di PMI saat ini. Ketua Pimpinan Sidang, Adang Rochjana, mengumumkan hasil Munas di depan peserta Munas ke-22 dari seluruh Indonesia yang memutuskan Jusuf Kalla kembali memimpin PMI periode 2024-2029. Adang mengungkapkan bahwa aturan PMI menjelaskan bahwa jika dukungan bakal calon melebihi 50 persen dari jumlah utusan, maka calon tersebut dapat ditetapkan secara aklamasi.

Sementara itu, Agung Laksono juga diakui sebagai Ketua Umum PMI periode 2024-2029 melalui Munas tandingan di Hotel Sultan, Jakarta. Agung menyebut proses itu sesuai dengan ketentuan organisasi PMI karena merasa banyak anggota yang kecewa dan merasa terkungkung tidak diberi kebebasan. Jusuf Kalla pun melakukan tindakan tegas dengan memecat para pendukung Agung Laksono yang menggelar Munas tandingan. Organisasi PMI mengalami ketegangan akibat dualisme ini, bahkan sampai melaporkan ke polisi dan pemerintah turut terlibat dalam menengahi kedua kubu untuk menyelesaikan konflik tersebut. Dualisme di tubuh PMI mengingatkan pada sejarah serupa yang terjadi pada partai politik lain di Indonesia.