Jakarta – Pengamat politik Boni Hargens menilai peningkatan dukungan terhadap Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menandakan bahwa masyarakat membutuhkan perubahan.
“Jika PSI mengalami lonjakan, bagi saya masuk akal karena berada dalam fase sejarah,” kata Boni dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Rabu, 6 Maret 2024.
Menurut Boni, banyak pemilih mulai mencari wadah baru karena kehilangan kepercayaan terhadap institusi atau organisasi yang diisi oleh para wajah lama.
Hal ini terjadi karena para pemilih tidak merasakan adanya perubahan signifikan selama pemerintahan berlangsung.
“Orang mencari perubahan, menuntut adanya perubahan; bukan hanya dalam hal fisik, tetapi juga paradigma pembangunan,” kata dia.
Perubahan ini, menurut Boni, tidak dirasakan oleh mayoritas pemilih yang berasal dari kalangan anak muda. Di tengah kondisi seperti ini, beberapa partai politik baru muncul dan dianggap masyarakat dapat memberikan perubahan, salah satunya PSI.
“Mereka meragukan kita yang dulu, institusi-institusi yang mungkin sudah mapan, dan kemudian mencari tempat baru untuk menaruh kepercayaan mereka. PSI salah satunya, Perindo juga merupakan contoh,” kata Boni.
Hal ini, lanjut dia, adalah penyebab utama dari peningkatan dukungan masyarakat terhadap PSI di beberapa daerah. Terkait dengan dugaan penggelembungan suara, Boni menilai bahwa kecurigaan tersebut tidak langsung ditujukan kepada PSI.
Boni menyatakan bahwa kecurigaan tersebut sebenarnya berasal dari sistem aplikasi penghitung cepat milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dianggap bermasalah.
“Kecurigaan itu dalam pengamatan saya, sebenarnya berasal dari aplikasi yang tidak trustworthy tersebut,” kata dia.
Hal ini, lanjut dia, menimbulkan dugaan bahwa PSI terlibat dalam kecurangan penggelembungan suara. Sebelumnya, Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie menganggap wajar adanya penambahan suara saat KPU melakukan rekapitulasi hasil penghitungan suara dalam Pemilu 2024.
Oleh karena itu, dia mengingatkan semua pihak untuk tidak tendensius dalam menanggapi penambahan suara untuk PSI.
“Penambahan maupun pengurangan suara selama proses rekapitulasi adalah hal wajar. Yang tidak wajar adalah jika ada pihak yang mencoba menggiring opini dengan mempertanyakan hal tersebut,” kata Grace Natalie dalam siaran resmi PSI di Jakarta, Sabtu (2/3).
Grace menyebutkan berbagai kemungkinan masih dapat terjadi selama KPU masih melakukan rekapitulasi suara pemilih dalam Pemilu 2024. Rekapitulasi sementara menunjukkan bahwa PSI, partai yang saat ini dipimpin oleh Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo, memperoleh 3,13 persen suara dari pemilihan anggota DPR RI per Sabtu (2/3) pukul 12.00 WIB. Dalam periode tersebut, suara yang terhitung mencapai 65,73 persen.
Dengan demikian, PSI hanya membutuhkan kurang dari 1 persen suara, yaitu 0,87 persen, untuk mencapai ambang batas parlemen 4 persen. Jika berhasil mencapai ambang batas, PSI akan dapat menduduki kursi DPR RI di Senayan untuk pertama kalinya.
Grace optimis bahwa partainya dapat mencapai ambang batas parlemen. “Apalagi, hingga saat ini masih lebih dari 70 juta suara belum dihitung dan sebagian besar berada di basis-basis pendukung Jokowi, tempat di mana PSI memiliki potensi dukungan yang kuat,” kata mantan ketua umum PSI tersebut. (ant)