Program Hasil Terbaik Cepat 3: Mencetak dan meningkatkan produktivitas lahan pertanian dengan lumbung pangan desa, daerah, dan nasional.
Dengan populasi yang terus meningkat, kita perlu memproduksi lebih banyak makanan. Hal ini adalah suatu keharusan. Jika negara tidak mampu memproduksi dan memastikan ketersediaan, keterjangkauan, dan kualitas pangan, maka akan terjadi kekacauan. Sejarah baru-baru ini telah membuktikan bagaimana setiap negara pada dasarnya harus menyediakan pangan untuk rakyatnya sendiri.
Pandemi COVID-19 dan kekeringan El Nino baru-baru ini di negara-negara produsen dan eksportir pangan menunjukkan bagaimana negara-negara ini yang biasanya mengekspor pangan, akhirnya menutup keran ekspornya. Sebagai contoh, India yang merupakan eksportir beras terbesar di dunia, akhirnya menutup ekspornya saat mengalami kekeringan karena El Nino.
Untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang kuat, dan untuk mempertahankan kemajuan yang telah dicapai, kita perlu swasembada pangan. Kita harus memproduksi beras di Indonesia, menggantikan gandum di Indonesia, serta memproduksi cukup protein di tanah, air, dan laut Indonesia. Untuk mencapai swasembada pangan, terutama untuk komoditas tanaman pangan, diperlukan peningkatan produktivitas lahan pertanian melalui berbagai program intensifikasi lahan.
Produktivitas lahan pertanian yang ada dapat ditingkatkan melalui penggunaan bibit unggul, pemupukan yang tepat, penanaman yang baik, serta penyediaan irigasi yang memadai. Saat ini, hanya sekitar 30% lahan pertanian di Indonesia teririgasi. Jumlah ini perlu ditingkatkan agar hasil pertanian tidak terlalu tergantung pada cuaca. Negara juga perlu membantu petani dalam mencari sumber air, baik melalui pompa air dari tanah maupun penggunaan pompa bertenaga surya.
Selain intensifikasi, kita juga perlu melakukan ekstensifikasi lahan, mengganti lahan yang hilang untuk keperluan properti dan pembangunan dengan lahan pertanian baru.
Program ini perlu dilakukan secara efektif, terintegrasi, dan berkelanjutan di tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, dan nasional, untuk tanaman padi, jagung, kedelai, singkong, tebu, sagu, dan sukun. Setidaknya 4 juta hektar tambahan lahan untuk tanaman pangan perlu dicapai pada tahun 2029.
Meskipun upaya untuk mencetak lahan pertanian baru akan menghadapi kritik dan cibiran, kita harus tetap berusaha. Membuka lahan baru tidaklah mudah, namun kalau kita tidak memulainya sekarang, mungkin kita akan menghadapi krisis pangan yang mengancam stabilitas negara kita dalam waktu yang tidak terlalu lama. Kita harus terus berupaya untuk memproduksi semua kebutuhan kita di dalam negeri, karena keberlangsungan bangsa dan negara kita bergantung pada hal tersebut.