Program Makan Gratis Nasional di Sekolah bukanlah sesuatu yang baru dalam pengembangan pendidikan di Indonesia. Namun demikian, program ini perlu dikembangkan mengingat segala potensi dan manfaat turunannya, termasuk penciptaan lapangan kerja baru.
Menurut Indonesia Food Security Review (IFSR), Program Makan Gratis Nasional di Sekolah sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1997 dengan nama Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah, dan dilanjutkan pada tahun 2010 dengan nama Revitalisasi PMTAS. Pada tahun 2012, Pemerintah Indonesia mendapat dukungan dari WFP Indonesia dan beberapa program Local Food-Based School Meals, yang merupakan program pemberian makanan siswa berbasis pangan lokal. Selanjutnya, pada 2016, terdapat program Perbaikan Gizi untuk Anak Sekolah (Progas).
Menurut Dewa Made Agung Kertha Nugraha, Co-Founder Indonesia Food Security Review, program-program tersebut telah memberikan dampak positif dalam memperkuat sistem perlindungan sosial bagi masyarakat yang membutuhkan. Namun, hingga saat ini masih terkendala oleh payung hukum berupa undang-undang untuk menjaga kelangsungan program lintas pemerintah.
Menurut Badan Pangan PBB (UN WFP), Program Makan Siang di Sekolah dapat meningkatkan kesehatan, kecerdasan, kesejahteraan komunitas, kesetaraan gender, mendukung ekonomi nasional, dan stabilitas sosial jika dilaksanakan dengan baik.
IFSR mendukung program ini untuk diperluas dan diaktifkan kembali di masa mendatang. Untuk menjalankan dengan sukses, diperlukan peningkatan di berbagai aspek, antara lain prioritas penerima manfaat, kerangka kebijakan yang jelas dan komprehensif, pendanaan jangka panjang, kapasitas dan koordinasi pelaksanaan program, keterlibatan masyarakat dalam desain dan implementasi program, serta peningkatan partisipasi masyarakat.
Selain dampaknya dalam hal ketahanan pangan dan sumber daya manusia yang berkualitas, program ini juga diyakini punya dampak lebih terhadap perekonomian. Setiap US$ 1 yang dikeluarkan untuk program ini akan menghasilkan dampak ekonomi sebesar US$ 9. Dampak ekonomi dan lapangan kerja yang dihasilkan mencakup penghematan keluarga miskin, peningkatan kecerdasan, peningkatan produktivitas dan penghasilan kerja, serta peningkatan kesehatan serta perbaikan kesetaraan gender.
Diperkirakan kebutuhan anggaran per tahun mencapai US$ 26,4 miliar atau sekitar Rp 400 triliun. Asumsi multiplier ekonomi 1,5 kali dan anggaran baru, maka dampak pertumbuhan ekonomi tambahan 2,6%.
Dengan potensi ini, Dewa menyebutkan bahwa dana sekitar Rp 400 triliun tersebut tidak terlalu besar, yakni hanya sekitar 2% dari PDB. Oleh karena itu, negara hanya perlu mencari tambahan pendapatan negara, kurang dari 2% dari PDB selama ini.
Menurut Dewa, perbaikan gizi anak-anak saat ini adalah hal yang sangat penting untuk mencapai Indonesia Emas pada 2045. Perbaikan gizi ini akan berdampak pada peningkatan IQ anak-anak, sehingga dapat diikuti dengan perkembangan-perekembangan lainnya. Jadi, makan siang dan susu untuk anak sekolah adalah hal yang sangat dasar.
Dengan demikian, Program Makan Gratis Nasional di Sekolah diharapkan dapat terus dikembangkan dan diperluas untuk memberikan dampak positif yang lebih besar bagi pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan kesetaraan di Indonesia.