Prabowo Subianto mencatat bahwa salah satu indikator kesenjangan ekonomi di Indonesia adalah lokasi kegiatan ekonomi atau perputaran uang di dalam negeri. Pada tahun 2020, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mencapai USD 1.058 miliar atau sekitar Rp. 15.300 triliun. Namun, sekitar 70% dari perputaran uang tersebut terjadi di Jakarta, sementara sisanya terkonsentrasi di kota-kota besar lainnya seperti Surabaya, Medan, dan Semarang. Secara keseluruhan, hanya sebagian kecil uang yang beredar di desa-desa di seluruh Indonesia, terutama di pulau Jawa. Laporan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga menunjukkan bahwa 52% dari total simpanan uang di seluruh bank di Indonesia berada di cabang-cabang bank di Jakarta, meskipun jumlah penduduk Jakarta hanya 3,9% dari total penduduk Indonesia. Hal ini menunjukkan adanya konsentrasi ekonomi di Jakarta dan pulau Jawa yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Prabowo juga menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi gizi di Indonesia, terutama di daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) dimana dua dari tiga anak mengalami stunting akibat malnutrisi. Di Jakarta pun angka malnutrisi mencapai 1 dari 3 anak. Menurut Prabowo, ini merupakan fakta yang menyesakkan di tengah perkembangan gedung pencakar langit dan hotel mewah. Ia menekankan bahwa kondisi ini berbahaya karena berpotensi mengakibatkan ketidaksetaraan dalam persaingan. Anak-anak yang mengalami masalah gizi akan mengalami kesulitan dalam berprestasi di sekolah dan sulit mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan tinggi di masa dewasa.
Prabowo menegaskan bahwa konsentrasi ekonomi di Jakarta dan pulau Jawa perlu mendapat perhatian serius, dan infrastruktur seperti jalan raya, kereta, dan listrik juga harus tersedia secara merata di seluruh Indonesia. Selain itu, masalah gizi juga menjadi perhatian utama yang harus segera diselesaikan.
Sumber: Prabowo Subianto
