Senin, 4 Desember 2023 – 17:38 WIB
Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) RI, Mahfud MD menyebut bahwa rancangan revisi Undang-undang (UU) Mahkamah Konstitusi (MK), akan merugikan hakim yang sedang menjabat. Menurutnya, hal itu tidak sesuai dengan prinsip hukum transisional.
“Dalam hukum transisional itu isinya aturan peralihan itu kalau diberlakukan terhadap jabatan itu harus yang menguntungkan atau sekurang-kurangnya tidak merugikan subjek yang bersangkutan. Kalau kita (Pemerintah) mengikuti yang diusulkan DPR, itu berarti itu akan merugikan subjek yang seorang menjadi hakim sehingga kita waktu itu tidak menyetujui,” kata Mahfud MD di kantor Kemenkopolhukam RI, Senin, 4 Desember 2023.
Sejak awal tahun 2023, kata Mahfud, Pemerintah dan DPR RI telah membahas RUU MK. Dalam Rapat Panja disepakati antara pemerintah dan DPR, tak ada lagi ketentuan mengenai evaluasi terhadap hakim konstitusi.
Mahfud pun menyatakan bahwa prinsip dalam perubahan undang-undang tidak boleh merugikan subjek yang menjadi adresat dari substansi perubahan undang-undang.
Maka itu, ia menyampaikan sikap pemerintah yang belum menyetujui revisi UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK, yang merupakan inisiatif DPR. Secara teknis prosedural, belum ada keputusan rapat tingkat satu yang menandakan pemerintah sudah menandatangani bersama seluruh fraksi.
“Itu benar kami belum menyetujui dan secara teknis prosedural belum ada keputusan rapat tingkat satu, rapat tingkat satu itu artinya pemerintah sudah menandatangani bersama seluruh fraksi. Karena itu, Menko Polhukam dan Menteri Hukum dan HAM sebagai wakil pemerintah telah sepakat mengirimkan surat ke DPR mengenai usulan rumusan ketentuan peralihan pada RUU MK,” katanya.
Pemerintah mendorong DPR untuk merujuk pertimbangan Putusan MK agar jabatan hakim konstitusi yang saat ini masih menjabat dihabiskan terlebih dahulu masa jabatannya merujuk kepada Surat Keputusan (SK) pengangkatannya.
Putusan itu, yaitu, pertama, hakim konstitusi yang sedang menjabat dan masa jabatannya telah melebihi 5 (lima) tahun dan belum melebihi 10 (sepuluh) tahun, melanjutkan masa jabatannya sampai dengan 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak tanggal penetapan Keputusan Presiden mengenai pengangkatan pertama hakim konstitusi yang bersangkutan.
Kedua, Hakim konstitusi yang sedang menjabat dan masa jabatannya telah melebihi 10 (sepuluh) tahun, masa jabatannya berakhir mengikuti usia pensiun berdasarkan Undang-Undang ini selama masa jabatannya tidak melebihi 15 (lima belas) tahun sejak tanggal penetapan Keputusan Presiden mengenai pengangkatan pertama hakim konstitusi yang bersangkutan.
Rumusan itu merupakan solusi dari pemerintah agar menjaga independensi Hakim Konstitusi, menjaga pelaksanaan Pemilu dan Pilkada, serta stabilitas politik dan keamanan nasional.
Selain itu, Mahfud juga menjelaskan bahwa tidak ada unsur kegentingan dari RUU MK. “Tidak ada unsur kegentingan, ini undang-undang biasa. Perppu baru ada kegentingan. Dalam hal ini kegentingannya tidak ada,” pungkasnya.