Baru-baru ini, Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) mencantumkan nama mantan Presiden Indonesia ke-7 Joko Widodo (Jokowi), dalam daftar nominasi pemimpin paling korup tahun 2024. Tindakan ini menarik perhatian publik, mengingat posisi Jokowi sebagai kepala negara dari salah satu demokrasi terbesar di dunia. Selain Jokowi, daftar tersebut juga mencakup nama-nama besar lainnya, seperti Presiden Kenya William Ruto, Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu, mantan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina, dan pengusaha India Gautam Adani. Nama-nama ini merepresentasikan tokoh-tokoh yang dinilai memiliki pengaruh besar tetapi juga diwarnai kontroversi terkait dugaan korupsi tingkat global.
Menanggapi hal ini, Joko Widodo membantah tuduhan tersebut dan mempertanyakan bukti yang dimiliki OCCRP terkait keterlibatannya dalam korupsi. Ia menyatakan bahwa tuduhan ini merupakan fitnah dan bagian dari kampanye negatif terhadap dirinya. Jokowi juga menekankan bahwa selama masa jabatannya, tidak ada bukti yang menunjukkan ia terlibat dalam korupsi untuk keuntungan finansial pribadi. OCCRP sendiri mengakui tidak memiliki bukti bahwa Jokowi terlibat dalam korupsi untuk keuntungan finansial pribadi selama masa jabatannya. Namun, mereka memasukkan namanya dalam daftar tersebut berdasarkan penilaian bahwa di bawah kepemimpinannya, terjadi peningkatan kasus korupsi di Indonesia dan pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kontroversi ini memicu perdebatan di kalangan masyarakat Indonesia. Beberapa kelompok pendukung Jokowi, seperti Projo, membela mantan presiden tersebut dengan menekankan bahwa tingkat kepercayaan publik terhadapnya tetap tinggi dan tidak ada putusan pengadilan yang membuktikan keterlibatannya dalam praktik korupsi. Di sisi lain, kritik muncul terkait dengan meningkatnya kasus korupsi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun tidak ada bukti langsung yang mengaitkan Jokowi dengan kasus-kasus tersebut, sejumlah pihak menilai bahwa perhatian terhadap isu korupsi semakin penting di tengah dinamika pemerintahan saat ini.
Mengenal apa itu lembaga OCCRP
Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) merupakan organisasi jurnalisme investigasi global yang berfokus pada pemberitaan kejahatan terorganisir dan korupsi. Didirikan pada tahun 2006 oleh Drew Sullivan dan Paul Radu, OCCRP berkantor pusat di Amsterdam dan memiliki staf yang tersebar di enam benua. Misi utama OCCRP adalah memperluas dan memperkuat jurnalisme investigatif global serta mengungkap kejahatan terorganisir dan korupsi agar publik dapat menuntut pertanggungjawaban dari para pemegang kekuasaan. Organisasi ini menyediakan pelatihan, alat, dan sumber daya untuk membantu outlet jurnalisme investigatif berkembang dan melayani kepentingan publik.
Terdapat dukungan dari berbagai donor yang berasal dari berbagai negara dan organisasi internasional, seperti Dutch Postcode Lottery, Ford Foundation, Slovak Agency for International Development Cooperation, dan Swedish International Development Cooperation Agency. Selain itu, terdapat juga dukungan dari United Kingdom Foreign, Commonwealth & Development Office, serta Ministry for Europe and Foreign Affairs of France. Dukungan dari organisasi yang mendukung kebebasan pers dan penguatan demokrasi seperti National Endowment for Democracy, USAID, International Center for Journalists (ICFJ), dan Open Society Foundations (OSF) memperkuat kapasitas OCCRP dalam mengungkap kejahatan terorganisir dan korupsi di seluruh dunia.
OCCRP telah mencapai berbagai pencapaian signifikan sejak didirikan, termasuk lebih dari 10 miliar dolar dalam denda dan aset yang disita oleh lembaga pemerintah, 820 tindakan pemerintah, 736 penangkapan atau penahanan, 430 penyelidikan resmi, 261 tindakan sipil, 135 pengunduran diri atau pemecatan tokoh kunci, dan 135 tindakan korporasi. Dengan dukungan yang kuat, OCCRP terus berperan dalam memerangi kejahatan terorganisir dan korupsi di seluruh dunia.