Pada hari Minggu, 5 Januari 2025, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan sebagian permohonan Perkara Nomor 19/PUU-XXII/2024 yang berkaitan dengan pengujian Pasal 55 ayat (1) huruf l Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Pengujian ini terkait dengan ketentuan mengenai mandi uap/spa yang diklasifikasikan sebagai jenis jasa hiburan. Namun, MK memandang mandi uap/spa dalam konteks pasal tersebut sebagai bagian dari jasa pelayanan kesehatan tradisional. Frasa ‘dan mandi uap/spa’ dalam Pasal 55 ayat (1) huruf l UU 1/2022 dinilai bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak dapat dimaknai sebagai bagian dari jasa pelayanan kesehatan tradisional.
Dalam putusan MK tersebut, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyatakan bahwa pengklasifikasian mandi uap/spa bersama dengan diskotek, karaoke, club malam, dan bar sebagai suatu entitas yang sama menimbulkan kekhawatiran dan rasa takut. Hal ini tidak memberikan kepastian hukum atas status mandi uap/spa sebagai jasa pelayanan kesehatan tradisional. Pelayanan kesehatan tradisional diakui memiliki landasan hukum yang jelas melalui berbagai peraturan, termasuk pengaturan dalam peraturan pelaksana seperti PP Nomor 103 Tahun 2014 dan PP Nomor 28 Tahun 2024.
Dalam konteks pelayanan kesehatan tradisional, mandi uap/spa yang mengandalkan manfaat kesehatan dari tradisi lokal seharusnya diakui sebagai bagian integral dari sistem kesehatan nasional. Pedoman resmi mengenai jenis pelayanan spa dibagi menjadi health spa, wellness spa, dan medical spa sebagai upaya promosi, pencegahan, kuratif, dan rehabilitatif kesehatan. Meskipun demikian, MK menekankan bahwa perbedaan pemaknaan terhadap mandi uap/spa tidak sepenuhnya sesuai dengan tuntutan para pemohon dalam kasus ini. Penetapan tarif pajak mandi uap/spa dalam UU HKPD juga diperdebatkan namun dianggap sebagai ranah kewenangan pembentuk undang-undang.