Yakubu Gowon: Sebuah Kisah Kepemimpinan yang Menginspirasi
Yakubu Gowon menerima penyerahan tanpa syarat dari kelompok separatis Biafran pada bulan Januari 1970. Namun, kemenangan militer bukanlah satu-satunya hal yang membuatnya menjadi seorang pemimpin hebat. Bagi banyak orang, Gowon dianggap hebat karena kemampuannya untuk merangkul mantan musuh-musuhnya.
Gowon lahir di Nigeria utara dan berasal dari suku minoritas Ngas. Keluarganya merupakan orang Kristen, yang mana membuat mereka sebagai double minority di daerah mayoritas muslim di Nigeria utara. Pengalaman ini menjadi penting dalam kehidupannya di kemudian hari.
Pada usia 20, Gowon bergabung dengan tentara dan menghabiskan waktu berlatih di Inggris, termasuk bertugas di Royal Military Academy Sandhurst. Setelah itu, ia bergabung dengan detasemen penjaga perdamaian Nigeria yang dikirim ke Kongo dari 1960-1963.
Setelah selesai bertugas di Kongo, Gowon kembali ke Inggris untuk melanjutkan pendidikannya di Sekolah Staf dan Komando. Dia kembali ke Nigeria pada awal tahun 1966 sebagai Letnan Kolonel. Dua hari setelah kembali ke Nigeria, ia terlibat dalam kudeta yang menggulingkan pemerintah sipil.
Meskipun tidak terlibat dalam perencanaan kudeta karena berada di luar negeri, Gowon ditunjuk sebagai Kepala Staf Angkatan Darat pemerintahan militer Nigeria pada usia 31 tahun. Tidak lama setelah itu, ia diangkat sebagai Kepala Negara.
Namun, Gowon menghadapi tantangan besar ketika gerakan separatis mulai muncul di Nigeria. Gerakan separatis paling kuat berasal dari Ibos Kristen di Nigeria Timur yang mendeklarasikan negara bagian Biafra yang merdeka pada Mei 1967. Perang saudara pun terjadi dan Gowon memimpin ekspansi besar-besaran Angkatan Darat Nigeria untuk mengatasi konflik ini.
Pada bulan Januari 1970, Gowon menerima penyerahan tanpa syarat dari kelompok separatis Biafran. Namun, yang membuatnya menjadi pemimpin yang hebat adalah kemampuannya untuk merangkul mantan musuh-musuhnya. Dia menyampaikan pidato “tidak ada pemenang, tidak ada yang kalah” dan mengumumkan amnesti untuk sebagian besar separatis Biafran. Selain itu, ia merumuskan program rekonsiliasi dan rekonstruksi untuk membangun kembali area yang rusak akibat perang.
Namun, tahun-tahun berikutnya tidaklah mudah bagi Gowon. Pada Juli 1975, ia dikudeta ketika menghadiri konferensi di luar negeri dan pergi ke pengasingan di Inggris. Di sana, ia melanjutkan pendidikan dan pada akhirnya menjadi profesor di sebuah perguruan tinggi.
Gowon kemudian mendirikan LSM di Nigeria untuk mempromosikan tata pemerintahan yang baik dan memerangi penyakit menular. Pada tahun 2004, usahanya ini membuatnya mendapatkan kehormatan tertinggi oleh Dewan Penganugerahan Penghargaan Perdamaian Dunia.
Kisah kepemimpinan Yakubu Gowon merupakan contoh yang menginspirasi, yang menunjukkan bahwa seorang pemimpin sejati adalah mereka yang mampu merangkul mantan musuh-musuhnya dan bekerja untuk rekonsiliasi dan rekonstruksi, bahkan setelah menghadapi tantangan yang berat.